dicopas dari buku :
Materi Pelatihan Guru Implemantasi Kurikulum 2013
A.
Pengantar
Proses pembelajaran untuk jenjang Sekolah Dasar atau yang
sederajat menggunakan pendekatan pendekatan tematik. Model pembelajaran tematik atau integrated thematic instruction (ITI)
dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an.Belakangan pembelajaran
tematik diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teachingmodel), karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi
emosi, fisik, dan akademik di dalam kelas atau di lingkungan sekolah.Model pembelajaran
tematik ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan
meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase long-term memory capabilities of learners)
untuk waktu yang panjang.
Pembelajaran tematik integratif
yang sering juga disebut sebagai pembelajaran tematik terintegrasi(integrated thematic instruction, ITI) aslinya dikonseptualisasikan tahun 1970-an. Pendekatan pembelajaran ini awalnya dikembangkan untuk anak-anak
berbakat dan bertalenta (gifted and
talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta
didik yang belajar cepat.
Premis utama pembelajaran tematik bahwa peserta didik
memerlukan peluang-peluang tambahan (additional
opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu ersama yang
lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis.Pada sisi lain,
model pembelajaran tematik relevan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan
kualitatif lingkungan belajar.Model pembelajaran tematik diharapkan mampu
menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar.
Model pembelajaran tematik memiliki perbedaan kualitatif
(qualitatively different) dengan model pembelajaran lain, karena sifatnya
memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thinking) atau
keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking
skills), sebuah proses inovatif bagi pengembangnan dimensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
B.
Elemen-elemen Terkait dalam pembelajaran tematik
Implementasi pembelajaran tematik menuntut kemampuan guru
dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Karena itu guru harus
memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikannya dalam
lingkungan belajar di kelas. Oleh karena Model PEMBELAJARAN TEMATIK ini
bersifat ramah otak, guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan
yang mungkin relevan dan dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta
didik selama proses pembelajaran. Ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru.
- Mereduksi tingkat
kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif.
- Memperkaya sensori pengalaman
di bidang sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
- Menyajikan isi atau
substansi pembelajaran yang bermakna.
- Lingkungan yang
memperkaya pembelajaran.
- Bergerak memacu
pembelajaran (Movement to Enhance
Learning).
- Membuka pilihan-pilihan
- Optimasi waktu secara tepat
- Kolaborasi
- Umpan balik segera
- Ketuntasan atau aplikasi
C.
Manfaat Pendekatan Tematik
1.
Suasana kelas yang nyaman dan
menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya
memiliki rasa mau menanggung resiko bersama. Misalnya, menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar
tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-prosedur kerja
keseharian, memastikan bahwa semua jadwal terprediksi, dan menjamin peserta
didik merasa aman selama berada di kelas maupun di luar kelas.Keterampilan hidup
dikenali, didiskusikan dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi
yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang kelas.
2.
Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahan konflik sehingga mendodong
peserta didik untuk memecahkan
masalah sosial dengan
saling menghargai.
3.
Mengoptimasi lingkungan belajar
sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain-friendly
classroom).Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung,
mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk
mengesplorasi materi secara lebih luas.
4.
Peserta didik secara cepat dan tepat
waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi
kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi
konsep-konsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.
5.
Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format
ramah otak.
6.
Materi pembelajaran yang disampaikan
oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari.
7.
Peserta didik yang relatif mengalami
keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan
mengejar ketertinggalanya dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.
8.
Program pembelajaran yang bersifat
ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan
menerapkan variasi cara penilaian.
D.
Tahap-tahap Pembelajaran Tematik
1.
Menentukan tema.
Tema dapat ditetapkan oleh pengambil
kebijakan, guru,atau ditetapkan bersama
dengan peserta didik.
2.
Mengintegrasikan tema dengan
kurikulum.
Pada tahap ini guru harus mampu mendesain tema pembelajaran dengan cara
terintegrasi sejalan dengan tuntutan kurikulum, dengan mengedepankan dimensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3.
Mendesain rencana pembelajaran.
Tahapan ini mencakup pengorganisasian
sumber belajar, bahan ajar, media belajar, termasukkegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menunjukkan suatu tema pembelajaran terjadi dalam kehidupan nyata. Misalnya, pembelajaran di kelas yang didasarkan atau diperkaya hasil karya
wisata, kunjungan ke museum, dan lain-lain.
4.
Melaksanakan Aktivitas
Pembelajaran.
Tahapan ini memberi
peluang peserta didik untuk mampu berpartisipasi dan memahami berbagi persepektif dari suatu tema. Hal ini memberi peluang bagi guru dan peserta didik melakukan eksplorasi suatu pokok bahasan.
E.
Model-model PembelajaranTerpadu
Pembelajaran Terpadu
dapat diimplementasikan dengan beragam model. Menurut Robin Fogarty
(1991) ada sepuluh model, seperti disajikan berikut ini.
1.
Model penggalan (fragmented
model). Model ini diimplementasikan dengan pemaduan yang terbatas pada satu
mata pelajaran. Misalnya, mata pelajaran bahasa Indonesia materi pembelajaran
tentang menyimak, berbicara, membaca dan menulis dapat dipadukan dalam materi
pembelajaran ketrampilan berbahasa.
2.
Model keterhubungan (connected
model). Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa beberapa substansi pembelajaran berinduk pada mata pelajaran tertentu.Butir-butir pembelajaran
seperti: kosakata, struktur, membaca, dan mengarang misalnya dapat dipayungkan
pada mata pelajaran bahasa dan sastra.
3.
Model sarang (nested
model). Model ini diimplementasikan dengan memadukan berbagai bentuk
penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya,
pada jam-jam tertentu guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman
bentuk kata, makna kata,dan ungkapan dengan saran pembuahan ketrampilan dalam
mengembangkan daya imajinasi, daya berfikir logis, menentukan ciri bentuk dan
makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi.
4.
Model Urutan/Rangkaian (sequenced
model). Model ini memadukan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda
secara pararel. Isi cerita dalam roman sejarah, misalnya: topik
pembahasannya secara pararel atau dalam jam yang sama dapat dipadukan dengan
ikhwal sejarah perjuangan bangsa karakteristik kehidupan sosial masyarakat pada
periode tertentu maupun topik yang menyangkut perubahan makna kata.
5.
Model berbagi (shared/participative
model). Model ini merupakan pemaduan pembelajaran akibat munculnya
tumbang-tindih (overlapping concept)
atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Buir-butir pembelajaran tetang
kewarganegaraan dalam PKn misalnya, dapat bertumpang tindih dengan butir
pembelajaran Tata Negara, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan sebagainya.
6.
Model jaring laba-laba (webbed
model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar
bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat/memadukan
berbagai mata pelajaran dalam proses pembelajaran
7.
Model galur (threaded
model). Model ini memadukan bentuk-bentuk ketrampilan. Misalnya: melakukan prediksi
dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi
terhadap cerita, dsb. Bentuk model ini terfokus pada meta kurikulum.
8.
Model celupan (immersed
model). Model ini dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyaring
dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan
pemakaiannya. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mewadahi tukar pengalaman
dan pemanfaatan pengalaman masing-masing.
9.
Model jejaring (networked
model). Model ini merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandaikan
kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan
bentuk ketrampilan baru setelah peserta didik mengadakan studi lapangan dalam
situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda.
10.
Model terpadu (integrated
model). Model ini merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran
yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Topik evidensi
yang semula terdapat dalam pelajaran matematika, bahasa Indonesia, IPA,
dan IPS agar tidak membuat muatan kurikulum berlebihan, cukup diletakkan dalam
mata pelajaran tertentu, misalnya IPA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar