Minggu, 01 Maret 2009

CARIUKU








Bila nama di atas terasa asing, no problem, yang penting saya tahu persis dengan dua nama tersebut. Lahir, besar, main, belajar ya disitu. Cariu berapa di wilayah paling timur di kabupaten Bogor, berbatasan dengan empat kabupaten, Karawang, Bekasi, purwakarta dan Cianjur. Ibarat permata yang diapit oleh perbedaan administratif, tetapi satu budaya,satu kebiasaan dan sama-sama berbahasa sunda tentunya. Kalai tidak ada Cariu, Bogor kurang sempurna. Kenapa dulu di kasi nama Cariu,nggak ada legendanya. Kasihan ya..

Kalau belum ke Cariu, jalan termudah, biar tidak pusing, dari pamulang, ke rumah saya. Nanti saya anterin, ongkos dan makan situ yang tanggung.

Kalau mau sulit. Dari Terminal Kampung Rambutan, naik bis Rambutan – jonggol. Dari jonggol sekali lagi naik angkot tujuan Cariu. Boleh juga dari Rambutan naik bis jurusan Bandung, Tasik, Garut, Banjar, Majalengka, apa lagi ya.., pokoknya yang lewat jalan alternatif cibubur. Turun di Cariu. Mudah banget.

Sebenarnya dari pamulang, kebetulan saat ini di Pamulang, kalau mau ke Cariu, memang jauh. Pake motor paling-paling dua jam. Kok jauh, karena melewati tiga provinsi, Banten, Jakarta dan Jawa barat. Keren abis deh.

Belum lagi daerah wisata sepanjang jalan. Kota legenda, kota wisata, kampung cina, taman buah mekar sari dan pasar kambing di jonggol.

Cibeet hanya sungai yang mengalir dari mulai cianjur sampai karawang, menuju purwakarta. Keindahan dan kebeningan cibeet sudah nyaris hilang karena sungai tidak terawat. Pengalian pasir di perbatasan cianjur merupakan pemandangan sehari-hari. Makanya kalau beli pasir harganya mudah, harap maklum saja.

Ikan yang dulu begitu mudah ditemukan, kini tinggal kenangan. Udang aja sudah males hidup, paling keong mas yang merusak padi dan beberapa jenis ikan yang masih setia. Mandi saja kurang nyaman. Mau nyaman gimana, airnya tidak sebening dulu, banyak yang lihat lagi malu dong.

Untungnya sawah masih terhampar (kayak tiker aja). Katanya, nggak tahu kata siapa, just gossip, pihak pemda masih mengingikan cariu sebagai salah satu lumbung padi di kabupaten Bogor. Tapi kalau pupuknya mahal, kapan petani bisa menikmati hasil panen.

Lama juga tidak berlari-lari dipematang sawah, dulu bisa lincah, sekarang jatuh melulu. Entah kegemukan, ketuaan atau memang nggak bisa.

Syukur babe punya sawah, jadi ngerti dikit soal padi, biarpun belum paham. Syukur juga babe punya warung, jadinya setiap pulang sekolah nunguin warung, bukan nyawah sepeti yang lainnya.

Hari ini sudah berbeda, Cariu dan Cibeet sudah berubah. Pulang kampung hanya kenal dengan kerabat dan orang tua angkatan Babe. “A... kamana wae nembe katingali” (kemana saja baru kelihatan). Pemuda yang dulu senang dengan kegiatan kemasyarakatan yang bercorak kebersamaan, tinggal mimpi (mimpi kali...). Di pasar depan rumah,ojek sulit dihitung. Saking banyaknya pemuda yang bingung mau ngerjain apa. Kasian juga lihat pemuda di cariu. Bukannya nggak bisa sekolah sampai tinggi, tetapi tidak mampu dengan biayanya. Ada yang mampu,nggak mau sekolah. Ada yang mau sekolah,nggak mampu. Repot… repot….

Syukur babe mau menyekolahkan sampai sarjana. Biar sulit dan ngirit yang penting jalan. Bagaimana mau kenal kampung halaman, dari SMA sampai sekarang jauh dari rumah. Di kampung orang malah dapat kerjaan, dapat istri, dapat anak, cicil rumah sampai kendaraan. Kalau pulang kampung, bingung juga mau ngapain.

Syukur sekarang ada penakaran rusa di Cariu, agak terkenal dikitlah. Syukur dulu mau ada proyek jonggol. Biarpun nggak jadi. Jaringan telepon di cariu areanya 021. Parung aja 0251, padahal dari parung Cuma ratusan ribu centimeter.

Untung masih ada adik yang mau disawah, jadi kalau pulang masih bisa ajak anak lihat sawah, main di sawah, nanam padi, ngeliat sapi, dilihat sapi, gratis lagi. Sekarang lihat sawah aja bayar. Di wisata pulang kampung, bayar. Di pasir mukti, bayar. Kalau dipikir-pikir jadi orang kota norak juga. Di Cariu pernah ada anak dari Jakarta selatan pada nongkrong Cuma lihat kebo. Padahal di sana lihat kebo biasa aja. Itulah hidup,makanya jangan menorakkan orang lain.