By : Aep Saepuloh Nawawi
Sebelum ada mempunyai persepsi yang berbeda ketika membaca atau mendengar kata “malu”. Coba berkaca dahulu, “malu” mana yang paling cocok dengan kepribadian kita ?
1. Orang yang pemalu.
2. Orang yang memalukan.
3. Orang yang tidak punya malu.
4. Orang yang bisa menempatkan malu.
5. Orang yang tidak mengerti arti malu yang sesungguhnya.
6. Orang yang ikut-ikutan malu.
7. Orang yang bingung dengan konsep malu.
8. Orang yang dipermalukan.
Kalau anda bingung, itu lebih baik dari pada anda mereasa orang yang sangat mengerti konsep malu tapi justru sebenarnya tidak mengerti sama sekali.
Kunci menjadikan malu sebagai bagian dari pribadi kita. Kita harus bercermin, berkaca para prilaku yang sering kita lakukan. Apakah kita termasuk orang “plin-plan”, yaitu orang yang menempakan malu sesuai kebutuhan dan keinginan yang menguntungkan sesaat. Misalnya cari selamat dunia, tidak di akherat.
Jangan salahkan siapapun, jangan merasa lebih baik, apalagi lebih suci, bisa-bisa Allah akan “menjewer” kita dengan kekuasaan-nya.
Banyak sekali slogan kata malu muncul dibeberapa instani. Di pajang dengan ukuran besar agar mudah dilihat oleh setiap orang. Setidaknya menjadi “afirmasi”, ingatan yang berulang-ulang,sehingga diharapkan menjadi pribadi yang terbiasa dengan kata malu.
Apakah slogan malu itu bagus dan mendidik karyawan. Misalnya malu aku datang terlambat, Malu tidak masuk kerja, malu tidak kreativ, malu tidak seragam, malu pulang sebelum waktunya, malu mejaku acak-acakkan, malu tidak mau belajar, malu mau menang sendiri, malu tidak bisa memberi contoh, mau tidak bisa membahagiakan orang lain, malu mau menang sendiri, malu kalau hanya memalukan diri sendiri, malu tidak tahu kerjaan, malu orang lain lebih pintar, malu jadi orang sombong.
Bagus atau tidanya, bukan pada banyak atau sedikitnya kata malu dipajang. Karena hal seperti itu hanya mengingatkan, orang yang belum terbiasa dengan budaya malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar