Selasa, 16 Desember 2008

MENGAPA HARUS MALU

By : Aep Saepuloh Nawawi

Sebelum ada mempunyai persepsi yang berbeda ketika membaca atau mendengar kata “malu”. Coba berkaca dahulu, “malu” mana yang paling cocok dengan kepribadian kita ?

1. Orang yang pemalu.

2. Orang yang memalukan.

3. Orang yang tidak punya malu.

4. Orang yang bisa menempatkan malu.

5. Orang yang tidak mengerti arti malu yang sesungguhnya.

6. Orang yang ikut-ikutan malu.

7. Orang yang bingung dengan konsep malu.

8. Orang yang dipermalukan.

Kalau anda bingung, itu lebih baik dari pada anda mereasa orang yang sangat mengerti konsep malu tapi justru sebenarnya tidak mengerti sama sekali.

“Malu sebagian dari iman”, kosep yang sudah populer 14 abad yang lalu Oleh Nabi Muhamad SAW. Kata malu bukan barang baru, tidak perlu sosialisai tetapi harus menjadi bagian dari pribadi masing-masing. Mengapa? Bila tidak menjadi diri yang sudah mempraktekkan malu, malu akan menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Kunci menjadikan malu sebagai bagian dari pribadi kita. Kita harus bercermin, berkaca para prilaku yang sering kita lakukan. Apakah kita termasuk orang “plin-plan”, yaitu orang yang menempakan malu sesuai kebutuhan dan keinginan yang menguntungkan sesaat. Misalnya cari selamat dunia, tidak di akherat.

Jangan salahkan siapapun, jangan merasa lebih baik, apalagi lebih suci, bisa-bisa Allah akan “menjewer” kita dengan kekuasaan-nya.

Banyak sekali slogan kata malu muncul dibeberapa instani. Di pajang dengan ukuran besar agar mudah dilihat oleh setiap orang. Setidaknya menjadi “afirmasi”, ingatan yang berulang-ulang,sehingga diharapkan menjadi pribadi yang terbiasa dengan kata malu.

Apakah slogan malu itu bagus dan mendidik karyawan. Misalnya malu aku datang terlambat, Malu tidak masuk kerja, malu tidak kreativ, malu tidak seragam, malu pulang sebelum waktunya, malu mejaku acak-acakkan, malu tidak mau belajar, malu mau menang sendiri, malu tidak bisa memberi contoh, mau tidak bisa membahagiakan orang lain, malu mau menang sendiri, malu kalau hanya memalukan diri sendiri, malu tidak tahu kerjaan, malu orang lain lebih pintar, malu jadi orang sombong.

Bagus atau tidanya, bukan pada banyak atau sedikitnya kata malu dipajang. Karena hal seperti itu hanya mengingatkan, orang yang belum terbiasa dengan budaya malu.

PENDIDIKAN BERBASIS AKHLAQ



Oleh : Aep Saepuloh Nawawawi, S.Ag*

email : saenawa@yahoo.com

Banyak kategori yang mendukung penyebutan sekolah unggul. Ir.Susilohadi, wakil direktur Perguruan Al-Zahra Indnesia membagi dua kategori, mengapa sekolah dikatakan memilki keunggulan.

Keunggulan sekolah, kata Ir. Susilohadi, Pertama, Sarana yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Kedua, ouput. Kedua kategori tersebut cukup baik dan menunjang, tetapi ada satu item yang terlupakan yaitu akhlaq. Mengapa akhlaq, itulah yang akan dipaparkan dalam tulisan sederhana ini, sekaligus mengulas konsep dari Ir. Susilohadi.

Sarana menunjang, yang dimaksud sarana di sini yaitu sarana fisik yang terlihat secara jelas mendukung proses kegiatan belajar siswa dan mengajar guru.

Pengaaan sarana yang memenuhi standar pendidikan menjadi tolak ukur orang tua siswa untuk memasukan anak-anaknya ke sekolah. Suatu ketika saya sempat berbicara kepada orang tua siswa, mengapa memilih sekolah A. Dengan tegas dia mengatakan bahwa di sekolah A saranannya sangat menunjang pendidikan anaknya dan semua pengajar dapat memanfaatan sarana itu dengan baik.

Apakah Sarana bisa menjadi pendukung keunggulan? Tidak juga, karena banyak sekolah dengan segala kesederhanaannya, tetapi mampu mencetak siwa yang memilki kemampuan di atas rata-rata. Beberapa sekolah di pedesaan justru lebih mampu mencetak anak yang kreatif. Bersama gurunya mereka menciptakan sarana pembelajaran dan media pembelajaran dari alam dan benda-benda yang ada disekitanya.

Sarana menjadi berguna bila sarana bisa dimanfaatkan secara maksimal bersama guru dan siswa. Apa artinya sarana yang begitu baik bila guru yang tidak mampu memanfaatkan dengan baik. Sangat memprihatinkan bila disaat ini masih ada sekolah yang serba kekurangan sarana. Pemerintah dan pengelola mau tidak mau harus bersama-sama memikirkan bagaimana menciptakan sarana pembelajaran yang sangat membantu siswa dan tentunya secara finansial tidak memberatkan lembaga pendidikan.

Kedua, output pendidikan. Apa dan bagaimana hasil yang diperlihatkan siswa selama dan sesudah menyelesaikan pendidikan. Apakah siswa memilki prestai yang baik atau tidak? Apakah lulusannya memilki preatasi yang memuaskan atau tidak?

Contohnya di sekolah B di Jakarta, tampak beberapa orang mengantri mengisi formulir pendaftartan. Ada apa, sekolahnya sederhana, bayarannya cukup mahal, fasilitas biasa saja. Seorang Sekolah B ternyata memilki keunggulan output. Hampir semua siswa lulusan sekolah B memiliki nilai yang luar biasa dan dapat diterima disekolah negeri favorit.

Menciptakan output yang baik bukan pekerjaan mudah. Sekolah harus memiliki proses pembelajaran yang maju. Sekolah seperti ini biasanya sekolah yang inovatif dan cepat tanggap dalam melihat perkembangan jaman. Beberapa diantara yang dapat menciptakan output yang berprestasi yaitu:

1. Manajemen pendidikan yang memuaskan semua pihak. Manejemen transparan dan menjadikan pendidikan sebagai dunia yang harus dikembangakan. Tidak sedikit Manajemen sekolah yang dikelola dengan “asal jadi”, atau membuat aturan manajemen “seenaknya”, tidak bedasar pada manajemen pendidikan yang jelas-jelas tidak sama dengan manajemen perusahaan. Apalagi manajemen rumah tangga.

2. Loyalitas dan daya dukung yang kuat dari semua civitas pendidikan yang ada di lingkungan pendidikan. Guru senang mengajar, murid senang disekolah dan pengelola mengerti betul seluk-beluk pendidikan. Ibarat seorang manejer sepakbola yang pernah menjadi pemain, pernah menjadi kipper, pernah menjadi penyerang, sehingga tahu betul apa dan bagaimana yang harus dilakukan.

3. Mengikuti kurikulum yang berlaku. Ini menjadi harga mati. Pendidikan boleh saja memiliki kurikulum yang khas, tetapi tetap harus berpijak pada kurikulum yang disepakati. Kata orang bijak, lebih baik mengikuti yang sudah pasti daripada menciptakan sesuatu yang baru yang tidak jelas ukurannya. Lebih hebat lagi kita bisa mengembangkan kurikulum dengan hasil yang lebih baik.

Ketiga yang menjadikan sekolah unggul adalah akhlaq yang mulia. Bayangkan bila sekolah tempat kita mengajar sangat terkena karena akhlaqnya yang mulai. Anak-anak selalu sopan kepada siapapun, tidak sombong, senang tersenyum, suka membantu orang lain yang kesusahan, hormat pada guru. Akhlaq jangan dipahami sebagai paparan teoritis, karena tidak ada hasilnya. Prilaku baik harus menjadi kebiasaan, bukan dipaksakan. Apa yang terjadi bila anak kita paksa untuk tersenyum. Senyumnya akan menjadi penderitaan.

Pembiasaan yang baik harus dimulai dari semua pihak. Bukan anak yang harus berakhlaq, guru juga harus berakhlaq. Bukan hanya guru, pengelola juga harus berakhlaq, bukan hanya pengelola, guru dan anak, Orang tua yang menyekolahkan anaknya harus memiliki keinginan yang sama. Karena dengan adanya sinergi yang sama, frekwensi yang sama, akan tercipta keseimbangan.

Kalau saja ada komitmen bersama untuk membuat perubahan menjadi lebih baik. Yakinlah akhlaq akan menjadi salah satu prinsip keunggulan sekolah. Wallahu alam

*Guru kelas 3 SD al-Zahra Indonesia Vila Dago Pamulang

PENDIDIKAN BERBASIS AKHLAQ

Oleh : Aep Saepuloh Nawawawi, S.Ag*

email : saenawa@yahoo.com

Banyak kategori yang mendukung penyebutan sekolah unggul. Ir.Susilohadi, wakil direktur Perguruan Al-Zahra Indnesia membagi dua kategori, mengapa sekolah dikatakan memilki keunggulan.

Keunggulan sekolah, kata Ir. Susilohadi, Pertama, Sarana yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Kedua, ouput. Kedua kategori tersebut cukup baik dan menunjang, tetapi ada satu item yang terlupakan yaitu akhlaq. Mengapa akhlaq, itulah yang akan dipaparkan dalam tulisan sederhana ini, sekaligus mengulas konsep dari Ir. Susilohadi.

Sarana menunjang, yang dimaksud sarana di sini yaitu sarana fisik yang terlihat secara jelas mendukung proses kegiatan belajar siswa dan mengajar guru.

Pengaaan sarana yang memenuhi standar pendidikan menjadi tolak ukur orang tua siswa untuk memasukan anak-anaknya ke sekolah. Suatu ketika saya sempat berbicara kepada orang tua siswa, mengapa memilih sekolah A. Dengan tegas dia mengatakan bahwa di sekolah A saranannya sangat menunjang pendidikan anaknya dan semua pengajar dapat memanfaatan sarana itu dengan baik.

Apakah Sarana bisa menjadi pendukung keunggulan? Tidak juga, karena banyak sekolah dengan segala kesederhanaannya, tetapi mampu mencetak siwa yang memilki kemampuan di atas rata-rata. Beberapa sekolah di pedesaan justru lebih mampu mencetak anak yang kreatif. Bersama gurunya mereka menciptakan sarana pembelajaran dan media pembelajaran dari alam dan benda-benda yang ada disekitanya.

Sarana menjadi berguna bila sarana bisa dimanfaatkan secara maksimal bersama guru dan siswa. Apa artinya sarana yang begitu baik bila guru yang tidak mampu memanfaatkan dengan baik. Sangat memprihatinkan bila disaat ini masih ada sekolah yang serba kekurangan sarana. Pemerintah dan pengelola mau tidak mau harus bersama-sama memikirkan bagaimana menciptakan sarana pembelajaran yang sangat membantu siswa dan tentunya secara finansial tidak memberatkan lembaga pendidikan.

Kedua, output pendidikan. Apa dan bagaimana hasil yang diperlihatkan siswa selama dan sesudah menyelesaikan pendidikan. Apakah siswa memilki prestai yang baik atau tidak? Apakah lulusannya memilki preatasi yang memuaskan atau tidak?

Contohnya di sekolah B di Jakarta, tampak beberapa orang mengantri mengisi formulir pendaftartan. Ada apa, sekolahnya sederhana, bayarannya cukup mahal, fasilitas biasa saja. Seorang Sekolah B ternyata memilki keunggulan output. Hampir semua siswa lulusan sekolah B memiliki nilai yang luar biasa dan dapat diterima disekolah negeri favorit.

Menciptakan output yang baik bukan pekerjaan mudah. Sekolah harus memiliki proses pembelajaran yang maju. Sekolah seperti ini biasanya sekolah yang inovatif dan cepat tanggap dalam melihat perkembangan jaman. Beberapa diantara yang dapat menciptakan output yang berprestasi yaitu:

1. Manajemen pendidikan yang memuaskan semua pihak. Manejemen transparan dan menjadikan pendidikan sebagai dunia yang harus dikembangakan. Tidak sedikit Manajemen sekolah yang dikelola dengan “asal jadi”, atau membuat aturan manajemen “seenaknya”, tidak bedasar pada manajemen pendidikan yang jelas-jelas tidak sama dengan manajemen perusahaan. Apalagi manajemen rumah tangga.

2. Loyalitas dan daya dukung yang kuat dari semua civitas pendidikan yang ada di lingkungan pendidikan. Guru senang mengajar, murid senang disekolah dan pengelola mengerti betul seluk-beluk pendidikan. Ibarat seorang manejer sepakbola yang pernah menjadi pemain, pernah menjadi kipper, pernah menjadi penyerang, sehingga tahu betul apa dan bagaimana yang harus dilakukan.

3. Mengikuti kurikulum yang berlaku. Ini menjadi harga mati. Pendidikan boleh saja memiliki kurikulum yang khas, tetapi tetap harus berpijak pada kurikulum yang disepakati. Kata orang bijak, lebih baik mengikuti yang sudah pasti daripada menciptakan sesuatu yang baru yang tidak jelas ukurannya. Lebih hebat lagi kita bisa mengembangkan kurikulum dengan hasil yang lebih baik.

Ketiga yang menjadikan sekolah unggul adalah akhlaq yang mulia. Bayangkan bila sekolah tempat kita mengajar sangat terkena karena akhlaqnya yang mulai. Anak-anak selalu sopan kepada siapapun, tidak sombong, senang tersenyum, suka membantu orang lain yang kesusahan, hormat pada guru. Akhlaq jangan dipahami sebagai paparan teoritis, karena tidak ada hasilnya. Prilaku baik harus menjadi kebiasaan, bukan dipaksakan. Apa yang terjadi bila anak kita paksa untuk tersenyum. Senyumnya akan menjadi penderitaan.

Pembiasaan yang baik harus dimulai dari semua pihak. Bukan anak yang harus berakhlaq, guru juga harus berakhlaq. Bukan hanya guru, pengelola juga harus berakhlaq, bukan hanya pengelola, guru dan anak, Orang tua yang menyekolahkan anaknya harus memiliki keinginan yang sama. Karena dengan adanya sinergi yang sama, frekwensi yang sama, akan tercipta keseimbangan.

Kalau saja ada komitmen bersama untuk membuat perubahan menjadi lebih baik. Yakinlah akhlaq akan menjadi salah satu prinsip keunggulan sekolah. Wallahu alam

*Guru kelas 3 SD al-Zahra Indonesia Vila Dago Pamulang

Rabu, 10 Desember 2008

sehat loh

Pengajian Akhlak Mulia Center
Ingin Sehat, Berakhlaklah yang Baik

Semarang, CyberNews. Bagi Ustad Ir Djoko Ismanu Herlambang (Danu), akhlak yang baik merupakan hal terpenting dalam kehidupan umat manusia. Berakhlak hendaknya mengacu kepada nilai-nilai Alquran. Sebab akhlak yang diajarkan dalam wahyu itu adalah yang paling sempurna.

Kesimpulan itu tertuang dalam Pengajian Akbar di Masjid Unissula, Semarang, Minggu (25/9). Ratusan pengunjung memadati kegiatan tersebut. Danu merupakan di antara ustad muda yang memiliki kelebihan di bidang pengobatan melalui pendekatan akhlak.

Segala penyakit manusia bisa diteksi melalui akhlak seserang dalam kesehariannya. Dia mengembangkan pendekatan pengobatan tersebut melalui lembaga sosial, Akhlak Mulia Center (AMC) yang beralamat di Jl Babarsari, Yogyakarta.

Lebih lanjut Danu mengemukakan, akhlak yang baik akan terwujud manakala, manusia menyerahkan sepenuhnya sikap dan daya upayanya kepada Allah SWT. Hanya dengan kepasrahan totak kepada Sang Khalik, akan muncul sikap yang tidak arogan, tidak sombong dan selalu menghormati serta berbuat baik kepada sesama.

''Semua orang ingin sehat. Alquran, di dalamnya terdapat segala ilmu yang dibutuhkan di dunia. Bila dokter-dokter juga mau menggunakan pendekatan akhlak Alquran dalam mengobati pasiennya, insya Allah akan terangkat derajat mereka,'' katanya.

Korelasi

Sakit seseorang, kata dia, bisa dilihat dari riwayat perilaku dalam kehidupan. Sesuai surat As- Syuara 30-31, musibah yang menimpa manusia karena kesalahan manusia sendiri. Sesuai penelitian dan pengalaman empirik, terdapat korelasi antara akhlak dan penyakit yang diderita pasiennya.

Orang yang suka marah, kata dia, akan sejak dadanya. Akibatnya, membuat jantung bengkak dan tersumbatnya nadi jantung. Orang yang tak mampu menahan emosi, pada akhirnya didera penyakit berat yang sifatnya kronis. Bahkan, juga sampai pada munculnya penyakit internis berat maupun ringan.

''Orang yang suka menghujat, terserang sariawan. Orang yang tidak sabar, suka emosi, dan marah-marah, mudah terkena penyakit kanker dan jantung bengkak,'' tuturnya.

Untuk itu dia mengajak kepada hadirin agar bisa mengendalikan emosi dan bersabar dalam berakhlak mulia. Tunduk, patuh dan merendahkan hati, tidak hanya saat shalat. Yang menjadi persoalannya adalah, bagaimana sikap seseorang setelah beranjak dari shalat.

''Lapang dada, sabar dan ikhlas, adalah sikap terbaik. Seringkali, perlakuan buruk seseorang, selalu kita membalasnya dengan kasar pula. Inilah sikap yang membuat kita selalu didera penyakit, merasa paling benar dan sombong,'' katanya.

( karyadi/cn05 )